Sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1193/Menkes/SK/X/2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, strategi dasar utama Promosi Kesehatan adalah:
Pemberdayaan terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang diselenggarakan puskesmas harus memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
Disamping itu, individu-individu yang meliputi sasaran kunjungan misalnya upaya keperawatan kesehatan masyarakat, Usaya Kesehatan Sekolah (UKS).
Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk memperkenalkan perilaku baru kepada individu yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh individu tersebut. Misalnya:
Tujuan dari pemberdayaan keluarga juga untuk memperkenalkan perilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikan oleh keluarga tersebut.
Perilaku baru misalnya perilaku buang air besar di jamban, mengkonsumsi garam beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak mandi, menutup persediaan air, mengubur benda-benda buangan yang menampung air, mengkonsumsi makanan berserat (buah dan sayur).
Pemberitahuan informasi tentang perilaku yang diperkenalkan seperti tersebut diatas perlu dilakukan secara sistematis agar anggota keluarga yang dikunjungi oleh petugas puskesmas dapat menerima dari tahap "tahu" menjadi "mau" dan jika sarana untuk melaksanakan perilaku yang diperkenalkan tersedia diharapkan sampai ke tahap "mampu" melaksanakan.
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk pemberdayaan keluarga dapat berupa pilihan kombinasi. Metodenya antara lain dialog, demonstrasi, konseling dan media komunikasi seperti lembar balik, leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain yang mudah dibawa saat kujungan rumah.
Penggerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan membantu kelompok masyarakat mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan sehingga masalah tersebut menjadi masalah bersama.
Kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama. Dari hasil tersebut tentunya masyarakat melakukan upaya-upaya agar masalah tersebut tidak menjadi masalah lagi.
Tentunya upaya-upaya kesehatan tersebut bersumber dari masyarakat sendiri dengan dukungan dari puskesmas.
Peran aktif masyarakat tersebut diharapkan dalam penanggulangan masalah kesehatan di lingkungan mereka dengan dukungan dari puskesmas.
Seseoran akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya (keluarga, tokoh panutan, kelompok pengajian dan lain-lain) mendukung.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak individu, keluarga dan masyarakat mengalami peningkatan dari fase "tahu" ke fase "mau" perlu diciptakan lingkungan yang mendukung.
Keluarga atau orang yang mengantarkan pasien ke Puskesmas, penjenguk (penjenguk pasien) dan petugas kesehatan mempunyai pengaruh untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau mendukung opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.
Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien, misalnya pasien dikumpulkan dalam satu ruangan untuk mendapat penjelasan/informasi. Oleh karena itu, metode yang tepat disini adalah penggunaan media, seperti pembagian selebaran (leaflet), pemasangan poster atau penayanan video berkaitan dengan penyakit pasien. Dengan deikian, mereka dapat membantu menyampaikan informasi yang diperoleh kepada pasien.
Petugas kesehatan puskesmas dapat menjadi panutan atau teladan dalam sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, pengetahuan, sikap dan perilaku petugas kesehatan puskesmas yang melayani harus benar-benar konsisten dengan pelayanan yang diberikan. Misalnya: ramah (tidak terkesan stress), tidak mer*k*k, memelihara higiene atau kebersihan dan kesehatan perorangan, dan sebagainya.
Bagi para penjenguk pasien dapat dilakukan pembagian selebaran dan pemasangan poster yang sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk. Selain itu, beberapa puskesmas (dengan tempat perawatan) melaksanakan penyuluhan kelompok.
Sementara it, di dinding dan sudut-sudut ruangan, bahkan di halaman gedung puskesmas juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan bina suasana kepada para pengantar pasien, para penjenguk pasien, teman/pengantar klien, dan pengunjung puskesmas lainnya.
Dalam upaya memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat, puskesmas membutukan dukungan dari pihak-pihak lain, sehingga advokasi perlu dilakukan. Misalnya, dalam rangka mengupayakan lingkungan puskesmas bebas asap r*k*k, puskesmas perlu melakukan advokasi kepada pimpinan daerah setempat untuk ditertibkannya peraturan tentan Kawasan Tanpa R*k*k (KTR) di lingkungan kerja puskesmas seperti sekolah, kantor kecamatan, dan tempat ibadah.
Selama proses perbincangan dalam advokasi, perlu diperhatikan bahwa sasaran advokasi hendaknya diarahkan/dipandu untuk menempuh tahapan-tahapan:
Langkah tindak lanjut di akhir perbincangan (misalnya dengan membuat disposisi pada usulan yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen untuk memberikan dukungan.
Selama perbincangan, seorang advokator (misalnya Kepala Puskesmas) terus memantau respon sasaran advokasi.
Sejumlah ahli menyarankan agar advokasi tidak dilakukan oleh hanya seorang individu, melainkan melalui jejaring. Artinya, sebelum melakukan advokasi, sang advokator terlebih dahulu mengembangkan kemitraan dengan sejumlah pihak yang potensial.
Advokasi harus dilakukan secara terus menerus sampai pihak-pihak yang terkait (stake holders) yang diadvokasi memberikan dukungan.
Sebagai contoh, dalam advokasi tentang bantuan jamban sehat untuk suatu pondok pesantren, Kepala Puskesmas sebaiknya menggalang kemitraan dulu dengan lembaga swadaya masyarakat atau LSM (misalnya Koalisi Untuk Indonesia Sehat), media massa (misalnya wartawan koran), tokoh agama (misalnya seorang ulama), tokoh pendidikan (misalnya Ketua PGRI), dan lain-lain.
Mereka ini diundang pada pertemuan untuk memantapkan kerja sama dan menyiapkan bahan advokasi. Maka ketika bahan advokasi sudah siap dan pembagian tugas sudah dilakukan (siapa yang berbicara tentang apa dan siapa yang bertugas membantu perbincangan), tim advokasi tersebut bersama-sama untuk misalnya, menghadap camat atau seorang pengusaha.
Dengan demikian, camat atau pengusaha dihadapkan kepada suatu yang kompak dan kuat. Pepatah Ethiopia menyatakan "Apabila sarang laba-laba telah saling bertaut, maka seekor singa pun akan dapat terjerat".
Kata kunci dalam penyiapan bahan advokasi adalah "Tepat, Lengkap, Akurat dan Menarik". Artinya bahan advokasi harus mencakup hal-hal sebagai berikut:
Di samping itu, kemitraan juga dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas promosi kesehatan, petugas kesehatan puskesmas harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, LSM, media massa dan lainnya.
Keadaan ini dapat dicapai bila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu dengan dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama.
Terdapat tujuh landasan (dikenal dengan sebutan: tujuh saling) yang harus diperhatikan dan dipraktikkan dalam mengembangkan kemitraan, yaitu:
- Pemberdayaan;
- Bina Suasana;
- Advokasi;
- Kemitraan.
Pemberdayaan
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan pengetahuan, kemauan dan kemampuan individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, menciptakan lingkungan sehat serta berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya kesehatan.Pemberdayaan terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang diselenggarakan puskesmas harus memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.
Pemberdayaan Individu
Pemberdayaan terhadap individu dilakukan oleh setiap petugas kesehatan puskesmas terhadap individu-individu yang datang memanfaatkan pelayanan puskesmas.Disamping itu, individu-individu yang meliputi sasaran kunjungan misalnya upaya keperawatan kesehatan masyarakat, Usaya Kesehatan Sekolah (UKS).
Tujuan dari upaya tersebut adalah untuk memperkenalkan perilaku baru kepada individu yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikkan oleh individu tersebut. Misalnya:
- Setiap ibu yang telah mendapat pelayanan pengobatan untuk anak balitanya, dapat disampaikan tentang manfaat menimbang anak balita secara berkala untuk mengetahui perkembangan dan pertumbuhan balitanya, bagaimana mencatat dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) dan dimana ibu dapat melakukan penimbangan anak balitanya selain di puskesmas yaitu posyandu.
- Ibu yang dikunjungi ke rumahnya oleh petugas puskesmas yang berhenti memeriksakan kandungannya ke puskesmas, atau penderita yang tidak datang mengambil obat TBC di Puskesmas. Saat kunjungan tersebut dilakukan proses pemberdayaan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Tulisan terkait kami lainnya adalah "Pelaksanaan Penyuluhan untuk Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan".
Pemberdayaan Keluarga
Pemberdayaan keluarga yang dilakukan oleh petugas puskesmas yang melaksanakan kunjungan rumah terhadap keluarga yaitu keluarga dari individu pengunjung puskesmas atau keluarga-keluarga yang berada di wilayah kerja puskesmas.Tujuan dari pemberdayaan keluarga juga untuk memperkenalkan perilaku baru yang mungkin mengubah perilaku yang selama ini dipraktikan oleh keluarga tersebut.
Perilaku baru misalnya perilaku buang air besar di jamban, mengkonsumsi garam beryodium, memelihara tanaman obat keluarga, menguras bak mandi, menutup persediaan air, mengubur benda-benda buangan yang menampung air, mengkonsumsi makanan berserat (buah dan sayur).
Pemberitahuan informasi tentang perilaku yang diperkenalkan seperti tersebut diatas perlu dilakukan secara sistematis agar anggota keluarga yang dikunjungi oleh petugas puskesmas dapat menerima dari tahap "tahu" menjadi "mau" dan jika sarana untuk melaksanakan perilaku yang diperkenalkan tersedia diharapkan sampai ke tahap "mampu" melaksanakan.
Metode dan media komunikasi yang digunakan untuk pemberdayaan keluarga dapat berupa pilihan kombinasi. Metodenya antara lain dialog, demonstrasi, konseling dan media komunikasi seperti lembar balik, leaflet, gambar/foto (poster) atau media lain yang mudah dibawa saat kujungan rumah.
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan terhadap masyarakat (sekelompok anggota masyarakat) yang dilakukan oleh petugas puskesmas merupakan upaya penggerakan atau pengorganisasian masyarakat.Penggerakan atau pengorganisasian masyarakat diawali dengan membantu kelompok masyarakat mengenali masalah-masalah yang mengganggu kesehatan sehingga masalah tersebut menjadi masalah bersama.
Kemudian masalah tersebut dimusyawarahkan untuk dipecahkan secara bersama. Dari hasil tersebut tentunya masyarakat melakukan upaya-upaya agar masalah tersebut tidak menjadi masalah lagi.
Tentunya upaya-upaya kesehatan tersebut bersumber dari masyarakat sendiri dengan dukungan dari puskesmas.
Peran aktif masyarakat tersebut diharapkan dalam penanggulangan masalah kesehatan di lingkungan mereka dengan dukungan dari puskesmas.
Baca tulisan kami lainnya yang berkaitan yaitu "Penggerakan dan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan".Beberapa yang harus dilakukan oleh puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat yang berwujud UKB, antara lain:
- Upaya kesehatan Ibu dan anak, meliputi: Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB).
- Upaya Pengobatan, meliputi: Pos Obat Desa, Pos Kesehatan Desa.
- Upaya Perbaikan Gizi, meliputi: Posyandu, Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi).
- Upaya kesehatan sekolah, meliputi: Dokter Kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali murid, Saka Bakti Husada, Pos Kesehatan Pesantren.
- Upaya kesehatan lingkungan: Kelompok Pemakai Air (Pokmair), Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan.
- Menggerakan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan.
- Memantau dan melaporkan secara aktif dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
- Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
Strategi Promosi Kesehatan di Puskesmas |
Bina Suasana
Bina Suasana adalah upaya meciptakan suasana atau lingkungan sosial yang mendorong individu, keluarga dan masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat dan berperan aktif dalam setiap upaya penyelenggaraan kesehatan.Seseoran akan terdorong untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan apabila lingkungan sosialnya (keluarga, tokoh panutan, kelompok pengajian dan lain-lain) mendukung.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak individu, keluarga dan masyarakat mengalami peningkatan dari fase "tahu" ke fase "mau" perlu diciptakan lingkungan yang mendukung.
Keluarga atau orang yang mengantarkan pasien ke Puskesmas, penjenguk (penjenguk pasien) dan petugas kesehatan mempunyai pengaruh untuk menciptakan lingkungan yang kondusif atau mendukung opini yang positif terhadap perilaku yang sedang diperkenalkan.
Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien, misalnya pasien dikumpulkan dalam satu ruangan untuk mendapat penjelasan/informasi. Oleh karena itu, metode yang tepat disini adalah penggunaan media, seperti pembagian selebaran (leaflet), pemasangan poster atau penayanan video berkaitan dengan penyakit pasien. Dengan deikian, mereka dapat membantu menyampaikan informasi yang diperoleh kepada pasien.
Petugas kesehatan puskesmas dapat menjadi panutan atau teladan dalam sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, pengetahuan, sikap dan perilaku petugas kesehatan puskesmas yang melayani harus benar-benar konsisten dengan pelayanan yang diberikan. Misalnya: ramah (tidak terkesan stress), tidak mer*k*k, memelihara higiene atau kebersihan dan kesehatan perorangan, dan sebagainya.
Bagi para penjenguk pasien dapat dilakukan pembagian selebaran dan pemasangan poster yang sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk. Selain itu, beberapa puskesmas (dengan tempat perawatan) melaksanakan penyuluhan kelompok.
Sementara it, di dinding dan sudut-sudut ruangan, bahkan di halaman gedung puskesmas juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan bina suasana kepada para pengantar pasien, para penjenguk pasien, teman/pengantar klien, dan pengunjung puskesmas lainnya.
Advokasi
Advokasi merupakan upaya atau proses yang terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (tokoh-toko masyarakat informal dan formal) agar masyarakat di lingkungan puskesmas berdaya untuk mencegah serta meningkatkan kesehatannya serta menciptakan lingkungan sehat.Dalam upaya memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat, puskesmas membutukan dukungan dari pihak-pihak lain, sehingga advokasi perlu dilakukan. Misalnya, dalam rangka mengupayakan lingkungan puskesmas bebas asap r*k*k, puskesmas perlu melakukan advokasi kepada pimpinan daerah setempat untuk ditertibkannya peraturan tentan Kawasan Tanpa R*k*k (KTR) di lingkungan kerja puskesmas seperti sekolah, kantor kecamatan, dan tempat ibadah.
Selama proses perbincangan dalam advokasi, perlu diperhatikan bahwa sasaran advokasi hendaknya diarahkan/dipandu untuk menempuh tahapan-tahapan:
- Memahami/menyadari persolan yang diajukan
- Tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan.
- Mempertimbangkan sejumlah pilihan kemungkinan dalam berperan.
- Menyepakati satu pilihan kemungkinan dalam berperan.
- Menyampaikan langkah tindak lanjut.
Langkah tindak lanjut di akhir perbincangan (misalnya dengan membuat disposisi pada usulan yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen untuk memberikan dukungan.
Selama perbincangan, seorang advokator (misalnya Kepala Puskesmas) terus memantau respon sasaran advokasi.
Sejumlah ahli menyarankan agar advokasi tidak dilakukan oleh hanya seorang individu, melainkan melalui jejaring. Artinya, sebelum melakukan advokasi, sang advokator terlebih dahulu mengembangkan kemitraan dengan sejumlah pihak yang potensial.
Advokasi harus dilakukan secara terus menerus sampai pihak-pihak yang terkait (stake holders) yang diadvokasi memberikan dukungan.
Sebagai contoh, dalam advokasi tentang bantuan jamban sehat untuk suatu pondok pesantren, Kepala Puskesmas sebaiknya menggalang kemitraan dulu dengan lembaga swadaya masyarakat atau LSM (misalnya Koalisi Untuk Indonesia Sehat), media massa (misalnya wartawan koran), tokoh agama (misalnya seorang ulama), tokoh pendidikan (misalnya Ketua PGRI), dan lain-lain.
Mereka ini diundang pada pertemuan untuk memantapkan kerja sama dan menyiapkan bahan advokasi. Maka ketika bahan advokasi sudah siap dan pembagian tugas sudah dilakukan (siapa yang berbicara tentang apa dan siapa yang bertugas membantu perbincangan), tim advokasi tersebut bersama-sama untuk misalnya, menghadap camat atau seorang pengusaha.
Dengan demikian, camat atau pengusaha dihadapkan kepada suatu yang kompak dan kuat. Pepatah Ethiopia menyatakan "Apabila sarang laba-laba telah saling bertaut, maka seekor singa pun akan dapat terjerat".
Kata kunci dalam penyiapan bahan advokasi adalah "Tepat, Lengkap, Akurat dan Menarik". Artinya bahan advokasi harus mencakup hal-hal sebagai berikut:
- Sesuai dengan sasaran (latar belakang pendidikan, jabatan, budaya, kesukaan dan lain-lain).
- Sesuai dengan lama waktu yang disediakan untuk advokasi.
- Mencakup unsur-unsur pokok, yaitu apa, mengapa, dimana, bilamana, siapa dan bagaimana (5W + 1H).
- Memuat masalah dan pilihan-pilihan kemungkinan untuk memecahkan masalah.
- Memuat peran yang diharapkan dari sasaran advokasi.
- Memuat data pendukung, bila mungkin juga bagan, gambar dan lain-lain.
- DalamKemasan yang menarik (tidak menjemukan), ringkas tetapi jelas.
Kemitraan
Dalam pemberdayaan, bina suasana dan advokasi, prinsip-prinsip kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dikembangkan atara petugas kesehatan puskesmas dengan sasarannya (para pasien atau pihak lain) dalam pelaksanaan pemberdayaan, bina suasana dan advokasi.Di samping itu, kemitraan juga dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas promosi kesehatan, petugas kesehatan puskesmas harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, LSM, media massa dan lainnya.
Baca juga tulisan kami tentang "Pengertian Kemitraan Bidan dan Dukun".Tiga prinsip dasar kemitraan yang harus diperhatikan dan dipraktikkan adalah:
- Kesetaraan;
- Keterbukaan; dan
- Saling menguntungkan.
Kesetaraan
Kesetaraan menghendaki tidak diciptakannya hubungan yang bersifat hirarkis (atas-bawah). Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sederajat.Keadaan ini dapat dicapai bila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan kekeluargaan, yaitu dengan dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama.
Keterbukaan
Dalam setiap langkah menjalin kerja sama, diperlukan adayan kejujuran dari masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan itikad yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-nutupi sesuatu.Saling menguntungkan
Solusi yang diajukan hendaknya selalu mengandung keuntungan di semua pihak (win-win solution). Misalnya dalam hubungan antara tenaga kesehatan puskesms dengan pasien/kliennya, maka setiap solusi yang ditawarkan hendaknya juga berisi penjelasan tentang keuntungan bagi si pasien/klien. Demikian juga dalam hubungan antara puskesms dengan pihak donatur.Terdapat tujuh landasan (dikenal dengan sebutan: tujuh saling) yang harus diperhatikan dan dipraktikkan dalam mengembangkan kemitraan, yaitu:
- Saling memahami kedudukan, tugas dan fungsi masing-masing;
- Saling mengakui kapasitas dan kemampuan masing-masing;
- Saling berupaya untuk membangun hubungan;
- Saling berupaya untuk mendekati;
- Saling terbuka terhadap kritik/saran, serta mau membantu dan dibantu;
- Saling mendukung upaya masing-masing; dan
- Saling menghargai upaya masing-masing.
Terimaakasih
BalasHapusTerima kasih balik
Hapus