Akhir-akhir ini masyarakat berbagai daerah di Indonesia dijangkiti penyakit yang mirip demam berdarah, dengan gejala demam tinggi dan menimbulkan bercak-bercak kemerahan di kulit.
Ada juga penderita yang menyangka mereka terkena penyakit malaria dikarenakan sebagian gejala yang mirip penyakit tersebut, antara lain demam, pusing dan menggigil.
Setelah diadakan pemeriksaan terhadap serum darah penderita ternyata ditemukan adalah Virus Chik yang menyebabkan penyakit Chikungunya.
Apa Itu Chikungunya?
Chikungunya adalah penyakit yang disebabkan Virus Chik yang merupakan grup Arbovirus dari Alpavirus yang merupakan Famili Togaviridae.
Chikungunya berasal dari bahasa Swahili (suatu daerah di Afrika) yang berarti "berjalan membungkuk". Hal ini dimungkinkan karena penderitanya merasakan sakit sendi yang amat sangat sehingga kalau berdiri harus membungkuk karena menahan sakit. Penderita tidak bisa keluar rumah, sehingga tidak dapat melakukan aktivitas karena mengalami lumpuh sementara.
Rata-rata penderita mengeluhkan adanya demam tinggi, menggigil, sakit kepala, dan terutama nyeri sendi dan otot serta bintik-bintik merah di kulit, terutama badan dan lengan, kemudian disusul kelumpuhan sementara anggota badan.
Penyakit ini biasa menyerang satu keluarga dari segala usia bahkan bisa menjangkiti satu kelurahan, di mana nyamuk dapat terbang dari rumah ke rumah. Pada umumnya penderita biasanya kekurangan informasi mengenai penyakit ini karena biasanya hanya terserang sekali saja sehingga tidak mempunyai pengalaman untuk menangani penyakit ini, sehingga hal ini dapat di buat sebagai bukti bahwa biasanya penyakit ini dapat disebut emerging atau re-emerging disease atau penyakit yang baru timbul atau timbul kembali.
Meskipun tidak menyebabkan kematian, penyakit ini tergolong berbahaya karena mudah menular dan menyebabkan nyeri yang luar biasa.
Epidemiologi
Virus Chikungunya dapat diisolasi dari monyet akan tetapi reservoirnya hanya manusia. Virus ini ditemukan di Afrika, India, Asia Tenggara dan Filipina dengan vektor utamanya adalah nyamuk Aedes aegypty, Ae africanus, Culexfatigens dan tidak menutup kemungkinan dari golongan nyamuk lain. Chikungunya dapat ditularkan di antara makhluk bertulang belakang dan ditularkan melalui nyamuk.
Virus Chikungunya yang ada di Indonesia berasal dari Indonesia sendiri bukan dari daerah lain. Hal ini terbukti penelitian Suwardji Haksohusodo dari UGM pada saat terjadinya wabah di Jogjakarta dimana para pasien adalah orang-orang yang tidak melakukan perjalanan ke luar Jogjakarta.
Di Asia, beberapa laporan mengatakan bahwa infeksi Chikungunyua pernah juga terjadi di Myanmar, India dan di Thailand (Thaikruea, 1997). Wabah Chikungunya pernah terjadi di Vietnam Selatan, Afrika Selatan dan Indonesia.
Gejala-gejala penyakit Chikungunya adalah, semua (100%) penderita merasakan demam, sakit kepala dan nyeri sendi. Sebanyak 96% penderita mengalami bintik-bintik merah di kulit, 70% penderita mengalami sakit otot, 48% penderita mengalami malaise (rasa lelah), 40% penderita mengalami sakit lambung, mual dan gangguan penglihatan, dan 5% penderita mengalami ketidaktahanan terhadap sinar serta 2% penderita mengalami sakit tenggorokan, muntah dan pembengkakan kelenjar limpa (Haksohusodo, 1990).
Gejala Chikungunya seperti sakit sendi (arthalgia) bisa bertahan sampai 6 bulan, pusing bisa bertahan 1-3 minggu dan rash bisa bertahan 1-2 minggu, dan gejala lain seperti conjungtivitis, epigastrum, anorexia dan malaise bisa tahan sampai 1 minggu (Haksohusodo, 1990).
Masa inkubasi dari Chikungunya 2 sampai dengan 4 hari, manifestasi penyakit 4 sampai dengan 10 hari. Virus ini termasuk "self limiting disease" yang artinya dapat hilang dengan sendirinya, akan tetapi nyeri masih tinggal sampai hitungan bulan.
Penyakit Chikungunya ini mirip dengan penyakit DBD baik dari segi gejala sakit, vektor perantara maupun waktu/bulan terjadinya kasus, juga mirip dengan flu biasa bila dilihat dari segi bulan terjadinya kasus, di mana kasus dapat terjadi sepanjang tahun.
Meskipun beberapa sumber menyatakan penyakit ini muncul pada saat pergantian musim tetapi penyakit Chikungunya ini di temukan sepanjang tahun mulai Januari sampai dengan Desember.
Kadang-kadang penyakit Chikungunya tidak dapat dibedakan dari DBD atau demam berdarah dan juga rubella pada tahap lanjut, dimana gejalanya hampir sama yakni demam tinggi, bintik-bintik merah di kulit terutama pada daerah badan dan lengan, pegal-pegal dan sakit sendi (Thaikruea, 1997). Dalam situasi ini yang dapat membedakannya atau memastikan jenis penyakit ini adalah pemeriksaan laboratorium.
Penyakit Chikungunya ini meskipun tidak mematikan namun berbahaya dikarenakan mudah menular dan penyakitnya dapat bertahan lama bisa mencapai hitungan bulan sampai sembuh. Di samping itu, penderita tidak dapat bekerja selama sakit karena sakit tulang, sendi dan otot yang amat sakit terutama pada daerah sendi-sendi tangan, pergelangan tangan dan kaki serta lutut.
Karena penyakit ini menyebabkan sakit tulang sehingga penyakit ini sering disebut "flu tulang". Chikungunya dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga mengobatinya cukup hanya dengan mengonsumsi obat untuk demam biasa.
Di Indonesia, penyakit ini sebenarnya telah dikenal beberapa ratus tahun yang lalu. Hal ini terbukti dari wabah yang terjadi di Batavia (Jakarta) pada tahun 1770. Penyakit ini disebut "knolkel koorts" atau sakit sendi. Meskipun nama penyakit saat ini bukan Chikungunya namun gejala-gejala Chikungunya, sehingga dalam sejarah kejadian wabah Chikungunya, wabah pada saat itu dikategorikan wabah Chikungunya yang pertama di Indonesia. Pada tahun 1982 juga terjadi wabah di berbagai negara termasuk Indonesia. Ini adalah wabah yang pertama tercatat sebagai wabah Chikungunya di Indonesia.
Pada tahun 2000 terjadi kejadian luar biasa di Aceh dengan jumlah kasus 241 kasus dan pada tahun 203 di Jawa Barat menyerang 276 desa, jadi menyerang (60% dari jumlah desa). Kejadian luar biasa juga pernah dilaporkan di Jogjakarta, Muara Enim, Aceh, dan Jawa Barat yakni di Bogor, Bekasi, dan Depok. Penyakit ini menyerang warga secara bersamaan.
Pada tahun 2006 bulan Agustus sampai Oktober tahun 2006 yakni telah terjadi peningkatan kasus di daerah Depok yakni di Kecamatan Cinere dengan jumlah kasus sebanyak 169. Wabah di Jogjakarta yang terjadi pada tahun 1983 mempunyai attack rate 70-90%, yang artinya 70-90% penduduk beresiko terkena penyakit tersebut.
Dari kasus terjadinya Chikungunya, Indonesia termasuk negara yang endemis, di mana kasus bisa terjadi sepanjang tahun meskipun pada bulan-bulan tertentu kasusnya menurun dan pada bulan tertentu kasusnya meningkat sesuai dengan musim di mana musim memengaruhi siklus hidup perkembangbiakan nyamuk.
Pada bulan Agustus biasanya terjadi penurunan sementara mulai bulan Januari kasus meningkat kembali. Chikungunya berkaitan dengan wabah DBD yang memiliki siklus wabah 5 tahunan sesuai dengan siklus hidup nyamuk.
Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit Chikungunya patut mendapat perhatian serius dari pemerintah dan semua lapisan masyarakat. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian tapi mudah menular, penyakit bertahan lama dan bisa menyebabkan "lumpuh sementara".
Secara garis besar pencegahan dan pengendalian Chikungunya sama dengan pencegahan Demam Berdarah. Pencegahan dan pengendalian Chikungunya dapat dilakukan dengan berbagai macam cara:
- Mengurangi kontak antara manusia yang rentan dengan vektornya yakni nyamuk. Hal ini dapat dilakukan melalui pengendalian nyamuk yakni dengan cara larvasida, penyemprotan, serta 3M yakni cara menguras, mengubur dan menutup.
- Memutus siklus hidup dari nyamuk sebagai vektornya.
- Melindungi diri dari gigitan nyamuk dengan cara memakai repellent, pestisida, atau memakai kelambu.
- Mengobati penderita yang sakit agar tidak menjadi sumber penularan pada orang lain.
Demikianlah sedikit informasi yang dapat kami bagikan kepada Mitra Kesehatan Masyarakat, semoga dapat bermanfaat.