Menyusun SKP Pegawai Negeri Sipil (PNS) menimbulkan sedikit permasalahan yang menurut kami membutuhkan telaah lebih lanjut. Dalam tulisan kami kali ini akan memberikan sedikit informasi kepada para pembaca tentang beberapa permasalahan yang sering timbul atau terjadi dan saya yakin bahwa permasalahan ini bukan hanya terjadi di satu daerah saja melainkan terjadi di bayak daerah.
Permasalahan yang kami maksudkan di sini salah satunya adalah, ketika seorang PNS membuat SKP menjadi kebingungan karena tugas dan pekerjaan yang dilakukan tidak sesuai lagi dengan uraian tugas jabatan yang tercantum pada SK PNS-nya.
Sebagai contoh adalah tenaga fungsional khusus misalnya, bidan, perawat dan lain-lain yang serupa dalam kegiatan keseharian telah bertugas melaksanakan tugas-tugas administrasi sehingga tugas utama sebagai tenaga fungsional khusus tersebut tidak lagi dilaksanakannya sama sekali ataupun tidak mencapai 80% angka kredit tugas utama.
Yang menjadi pertanyaan adalah ketika menghitung angka kredit, apa yang digunakan untuk menghitung angka kreditnya?
Kebijakan apa yang akan di ambil untuk mengatasi permasalahan ini?
Mungkin ada sebagian yang mengalami permasalahan serupa dan berhasil untuk mengurus kenaikan pangkat, dan inilah yang menjadi sasaran pertanyaannya.
Kepada para pembaca yang budiman, mungkin kita pernah mendengarkan, melihat atau mengalami permasalahan tersebut.
Kami berharap, melalui tulisan ini kita dapat berbagi pendapat sehingga ke depan ketika ada permasalahan serupa maka kita sama-sama dapat menyelesaikannya.
Mungkin sudah saatnya para pengambil kebijakan untuk kembali merenungkan beberapa permasalahan yang ada seputar SKP tersebut, secara tertulis pada Perka BKN Nomor 1 Tahun 2013 memang telah membahas tentang aturan-aturan dalam pembuatan SKP dan pada beberapa peraturan lain telah jelas tentang metode perhitungan angka kredit tenaga fungsional khusus, namun kita tidak pungkiri bahwa di lapangan, pada beberapa kasus, kenyataan berkata lain.
Memang sebagai manusia kita tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, tapi apakah kita terus membiarkan para rekan kita yang setiap pembuatan SKP dan menghitung angka kredit harus berpikir keras untuk memperkirakan angka berapa yang harus di isi pada form yang ada untuk mencapai angka kredit yang di targetkan?
Sungguh sangat menyilaukan ketika angka-angka dalam perhitungan angka kredit hanya menjadi formalitas dalam sebuah aturan, dan kita tidak pernah berpikir untuk mengevaluasi kebijakan tentang perhitungan angka kredit tersebut.
Ketika kami mengikuti salah satu pertemuan yang pematerinya adalah pegawai dari provinsi dan beliau sempat mengatakan sebuah istilah tentang "Bengkel DUPAK", waduh... betapa terkejutnya kami ternyata asumsi kami tentang "formalitas angka kredit" memang terbukti. Tapi di satu sisi kami berpikir mungkin kejadian ini tidak terjadi menyeluruh, atau hanya pada oknum tertentu. Kami pun mencari informasi di beberapa daerah, dan ternyata... hasilnya kurang lebih sama.
Asumsi kami saat ini bahwa pegawai yang ada dan akan dinilai bukannya tidak bekerja maksimal, mereka telah bekerja secara maksimal namun aturan yang di tetapkan tentang perhitungan angka kredit ini yang masih perlu di evaluasi kembali.
Beberapa hipotesis yang sempat muncul di benak kami yaitu:
- Apakah perhitungan kinerja pegawai fungsional khusus dengan angka kredit tidak sesuai lagi di zaman ini?
- Apakah pengawasan perhitungan angka kredit tidak maksimal?
- Apakah pegawai yang dihitung angka kreditnya tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan yang berlaku tentang perhitungan angka kredit pada jabatannya?
- Apakah pola perhitungan angka kredit terlalu ribet?
- Apakah daerah provinsi, kabupaten/kota yang menempatkan pegawai tidak sesuai dengan tugas jabatannya?
Masih banyak pertanyaan lain yang muncul. Melalui kesempatan ini, kami berharap para pembaca dapat menyumbangkan pikirannya melalui kolom komentar di bawah. Suarakan permasalahan yang mungkin di temukan yang berkaitan dengan permasalahan PNS demi kebaikan negeri ini.
Sekian, semoga bermanfaat.
Betul sekali, nice posting. Salam blogger...!!
BalasHapusSaya setuju dengan pernyataan pada tulisan ini. SKP... SKP...
BalasHapus1.petugas harus tahu target SKP nya apa dan berapa
BalasHapus2.Kepala puskesmas harus memberi tugas sesuai tupoksi dan sesuai dengan beban kerja target SKP petugas ybs
3.Kegiatan petugas tsb harus diintegrasikan dengan rencana kerja program BOK/JKN dan dibagi secara adil dan proporsional kepada masing-masing petugas dengan kompetensi/profesi yang sama
3.Evaluasi kinerja per triwulan oleh petugas dan kapuskesmas
Terimakasih atas responnya.
Hapus